Minggu, 29 Agustus 2021

Sejarah Nama Rantau Binuang Menjadi Rantau Binuang Sakti

0 komentar
Sultan Mohammad Dzainal Abidin, Raja XIV Tambusai yang berkedudukan di Rantau Benuang


Rantau Binuang Sakti adalah sebuah kampung di pinggir sungai Rokan. Kampung ini terletak di Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Menurut cerita orang tua-tua, kata Benuang/Binuang berasal dari nama sebuah pohon yang sabgat besar dan sangat nyaman dijadikan tempat berteduh, selain adanya pohon besar tersebut juga terdapat pemandangan alam yang indah, daerah yang merupakan jalan lintas sungai Rokan pada zaman dahulu menjadi daerah persinggahan karena tempat tersebut terasa aman dan nyaman sehingga banyak orang-orang yang lewat dengan berbagai keperluan singgah dan beristirahat sambil menikmati keindahan alam di bawah pohon yang besar tersebut.


 

Rantau Binuang juga merupakan tempat kelahiran Tuan Syeikh Abdul Wahab Rokan Al-Kholidi An-Naqsabandiah , Ulama dan Tuan Guru Naqsabandiah yang terkemuka di Asia Tenggara, Tepatnya di Danau Runda. Sampai saat ini banyak makam-makam Raja dan Tokoh yang terdapat Di Rantau Binuang. Dahulu Rantau Binuang belum dikenal sebagai Rantau Binuang Sakti, ada 2 (Dua) versi cerita yang pernah saya baca mengenai penambahan kata Sakti, salah satunya dari catatan seorang penjelajah asal belanda bernama J.A. van Rijn van Alkemade.


Sejarah Nama Rantau Benuang Sakti Menurut Catatan J.A. van Rijn van Alkemade.

Dalam catatan ekspedisi tahun 1884, seorang penulis Belanda bernama  J.A. van Rijn van Alkemade menuliskan:


 "Sultan Mohammad Dzen, detoegevoegd tegenwoordige moe lang dipertoewan besar in Rantau Binoewang, is de zoon van den hierboven genoemden Sultan Abdoel Wahid en heeft het woord SAKTI aan den naam Van zijn rijk, dat alzoo Rantau Binoewang Sakti heet, toegevoegd" ("Sultan Mohammad Dzen (Sultan Mohammad Dzainal Abidin), sekarang yang dipertoewan besar di Rantau Binoewang, adalah putra dari Sultan Abdul Wahid yg disebutkan di atas, dan telah menambahkan kata Sakti ke nama kerajaannya, yg kemudian disebut Rantau Binoewang Sakti")


Alkemade juga menuliskan:

"Rantau Binoewang is dus te beschouwen als te zijn voortgesproten uit het rijk van Temboesei en het verwondert ons niet dat de instellingen, die te Temboesei adat waren, ook hier worden aangetroffen; de landsinstellingen in Rantau Binoewang zijn derhalve een weerspiegeling van die van Temboesei en worden nog steeds gehandhaafd: Rantau Biuoewaug is een nieuw Temboesei a Tinstar van laatstgenoemd rijk ingericht." ("Rantau Binoewang muncul dari ranah Temboesei (Tambusai), dan kami tidak heran bila lembaga-lembaga yang berada di adat Temboesei juga ditemukan di sini; Oleh karena itu, lembaga-lembaga regional di Rantau Binoewang merupakan cerminan dari Temboesei dan masih dipertahankan: Rantau Binoewang adalah Tenboesei yg baru dari kerajaan selanjutnya")


Sejarah Nama Rantau Benuang Sakti Menurut Cerita Dari Literasi Lokal

Dalam sebuah tulisan blog lentera guru dituliskan:

"Pada masa itu daerah maju, atas prakarsa Syeikh daerah ini mendapatkan bantuan dari luar negeri. Namun kejayaan ini tercium oleh Belanda. Sampai akhirnya Sultan Zainal Abidin ditangkap dipenjara di Madiun. Dan pada tahun 1984 Syeikh Tajudin keturunan Syeikh Abdul Wahab Rokan mendirikan  sebuah rumh persulukan, masing-masing Syeikh dan Kholifah mendapat petunjuk, setiapkholifah merasakan tempat ini memiliki keramat dan kesaktian, sehingga diberi nama “Rantau Binuang Sakti” "


Sumber:

  1. Beschrijving eener reis van Bengkalis langs de Rokan-rivier naar Rantau Binoewang. by RIJN VAN ALKEMADE, J.A. van
  2. Lentera Guru, Rantau Binuang Sakti. By Siregar, Armin.

 

Continue reading →
Rabu, 30 Juni 2021

KISAH BUJANG KELANA

2 komentar
(Catatan Berdasarkan Versi Kampung Balun & Kampung Bantang, Perak, Malaysia) 

 Disalin, Alih Bahasa dan di edit oleh:
M. Rasuma Febri, S.Kom
Bin H.M. Zen Dagagng Bin KH. Arsyad Bin KH Syufi Telukbakung
Suku Mentaolelo dai Uwak Kadih Hitam

   

       Bujang Kelana, adalah anak bungsu dari Raja Tembusai yang bernama Sutan Malim Maharaja Lela (Sampai postingan ini dimuat, Belum ada tulisan yang memuat tentang Sutan Malim Maharaja Lela), yang memerintah tiga buah daerah yaitu:
•Tambusai
•Dalu-dalu
•Sedinginan

 Kisah Asal-usul Bujang Kelana

    Raja Negeri Tembusai yang bernama Sutan Malim Maharaja Lela mempunyai 3 (tiga) orang anak. Anak sulung laki-laki, anak kedua perempuan dan Anak ketiga, anak bungsunya di kenal dengan nama Bujang Kelana. 

    Saat Raja Negeri Tembusai mangkat, terjadilah perebutan kekuasaan antara anak sulung dengan dengan anak Bungsu  (Bujang Kelana) Raja Malim Maharaja Lela, masing-masing tidak ada yg mau mengalah dan ingin menjadi Raja Tembusai. Untuk mencari penyelesaian masalah ini, maka Abang Sulung  menawarkan sebuah tantangan yang tidak masuk akal antara dia dengan Adik Bungsunya, Bujang Kelana. Tantangannya adalah, Bujang Kelana di suruh mengambil seulas durian yang akan dibuat menjadi lempuk, dicincang lumat dan ditanam. Kalau biji durian itu tumbuh, maka Bujang Kelana berhak menjadi Raja Tembusai. Dan untuk abang sulungnya juga akan mengambil seulas durian dalam wadah yang sedang mendidih panas untuk dibuat lempuk dan menanamnya pula. Apabila biji durian itu yang tumbuh, maka Abang Sulung pula lah yang berhak menjadi Raja Tembusai. Bujang Kelana menolak tawaran ini lalu pergi merantau (Berkelana). Bujang Kelana dengan perasaan marah, nekad dan tertantang lalu mengambil sebuah perahu dan berkata kepada Kedua saudaranya san rakyat Tembusai "Mulai saat ini nama hamba ialah 'BUJANG'. Aku merentas Selat Melaka yang luas ini ke Tanah Melayu. Aku pasrah kepada Illahi. Dimana sahaja aku terdampar kelak di situlah aku mengabdikan diri dan sujud kepada Illahi. Namun balik ke Tembusai tidak sekali. Selamat tinggal kekandaku berdua dan selamat tinggal tanah tumpah darahku Tambusai sekalian"

    Maka merantau dan berlayar lah Bujang Kelana yang akhirnya sampai ke Kelang (Selangor, Malaysia). Sebelum beliau naik ke daratan beliau menendang perahunya  dan berkata “Hanyutlah kamu kemana sahaja di bawa arus lautan luas ini dan aku akan ber ’Kelana’ di daratan tanpa ku ketahui kemana arahnya. Aku pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa di mana sahaja rezekiku ditentukan oleh Illahi di situlah aku akan sujud dan mengabdikan diri di bumi bertuah itu nanti"


Bujang Kelana di Tanah Semenanjung Melayu

    Sekitar tahun 1863/1870 (Ada 2 sumber literasi), perjalanan Bujang Kelana akhirnya sampai di daratan Semenanjung Melayu (Malaysia Barat) tepatnya d sebuah kampung yang bernama Lubuk Salak, Selangor. Bujang Kelana adalah seorang yang tampan, rajin, baik budi bahasanya, pandai ilmu agama dan pandai ilmu persilatan. Sifat-sifat terpuji dari Bujang Kelana ini lah yang membuat Beliau mendapatkan perhatian khusus dari Tok Menteri Husain, Orang Besar Daerah Hulu Selangor. Tok Menteri Husain lalu menjodohkan Bujang Kelana  dengan anaknya yang bernama Cik Andak Jiwa.

    Dengan kegigihan Bujang Kelana, beliau akhirnya diberi kepercayaan menjadi kontraktor pembangunan rel keretapi dari Tg Malim ke Sungkai dan kontraktor membuka Ladang terbaik. Untuk memudahkan pekerjaan beliau, Bujang Kelana lalu berpindah ke Kg Bantang pada tahun 1876 dan menetap di sana hingga akhir hayatnya.


Literasi situs Geni

        Dalam literasi lain (Geni) dikatakan bahwa Bujang Kelana lahir tahun 1926 (Menurut salah satu akun bloger bernama "Cucu Tok Adams", Sebetulnya Bujang Kelana lahir 1826, dan wafat 1904) di Langkat Sumatra Utara dan wafat tahun 1904 di Slim River, Perak, Malaysia.Bujang Kelana adalah Seorang Menteri di Kerajaan Tambusai, Beliau meninggalkan Negeri Tambusai, karena adanya masalah dalam keluarga dan Penjajahan Belanda pada saat itu.

    Bujang Kelana Menerima tantangan yang diberikan untuk mengambil seulas durian sebelum Bujang Kelana meninggalkan Negeri Tambusai, Beliau sempat menanam beberapa biji durian yang sudah dibuat lempok, dan kalau biji durian yang beliau tanam itu tumbuh, Beliau akan pulang kembali ke Tembosai. Diceritakan Bujang Kelana memiliki 2 (Dua) Saudara yang semuanya adalah Lelaki, dimana salahsatunya pergi ke Langkawi dan salahsatunya lagi pergi ke Jambi.


Anak Bujang Kelana

        Dari pernikahan Bujang Kelana dengan Cik Andak Jiwa, mereka  dikurniai 4 (Empat) orang anak Yaitu:


•Ibrahim Bin Bujang Kelana
•Alang Bin Bujang Kelana
•Bedah Binti Bujang Kelana
•Othman Bin Bujang Kelana

        Ibrahim Bin Bujang adalah anak sulung Bujang Kelana yang meneruskan usaha-usaha Ayahnya menjadi kontraktor membuka Ladang Cluny, Bedfort, Trolak, Sg Chinoh. Pada masa penjajahan Inggris, beliau dikenali sebagai Mohammad Ibrahim ESQ.


        Ibrahim Bin Bujang serta 32 orang lain telah membuka Kg Balun pada tahun 1920. Maka bermulalah era Kg. Balun yang diyakini banyak orang bahwa nama kampung Balun diambil dari nama Tetua Orang Asli didaerah itu, yaitu Tok Balun

 

Koleksi Foto-Foto

Gapura Kampung Balun Foto: FB Friends Of Perak
 
DT Mohammad Ibrahim Bin Bujang Kelana, Foto : Geni

Surau tiga tingkat, Madrasah Tinggi menjadi tempat ibadat dan penduduk melaksanakan aktiviti kemasyarakatan. Foto : bharian.com

Sekolah Melayu Kampung Balun dibina pada tahun 1931 oleh Tok Empat Mohd Ibrahim Bujang. Foto : bharian.com

Gapura keluar Kampung, Foto : bharian.com

Gapura Masuk Kampung, Foto : bharian.com

Mohon berikan masukkan untuk apabila ada kesalahan dalam penulisan artikel ini, karena hamba penulis memiliki penhgetahuan yang terbatas. Salam dari anak melayu Tambusai Riau.

Continue reading →

Label